1. Falsafah Pajak
Pengertian Pajak menurut Rochmat Soemitro
Pajak adalah perlihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ‘surplus’ nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
1. Pengertian Pajak menurut PJA Andriani
Pajak adalah pungutan yang oleh penguasa digunakan untuk memeperoleh uang dengan paksaan juridis, guna membiayai peneluaran Negara terhadap mana tidak dapat ditunjuk adanya suatu jasa timbal.
2. Pengertian Pajak menurut HJ. Hofstra
Pajak adalah sumbangan paksaan dari rumah tangga (keuangan) swasta kepada penguasa, yang tidak mempunyai jasa timbal pribadi secara langsung, dari pihak pemerintah, dan yang dipungut berdasarkan peraturan umum, lain dari pada sebagai hukuman karena melanggar hukum pidana.
3. Pengertian Pajak menurut SELIGMAN
Pajak adalah suatu sumbangan paksaan dari perorangan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang bertalian dengan kepentingan orang banyak (umum) tanpa dapat ditunjukkan adanya keuntungan khusus terhadapnya.
4. Pengertian Pajak menurut Reichsabgabenordnung RAO
Pajak adalah pembayaran uang sekaligus atau berulang – ulang yang tidak mempunyai suatu jasa timbal balik terhadap suatu jasa khusus dari rakyat, yang dipungut oleh suatu Badan Hukum Umum dari setiap orang, untuk memperoleh pendapatan, bila dipenuhi Tatbestand yang diwajibkan oleh Undang – Undang.
5. Pengertian pajak berdasarkan pasal 1 Undang – undang no.14 tahun 2002
Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk be masuk dan cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan perundang – undangan yang berlaku.
b. Pajak Ditinjau Dari Segi Hukum
pajak adalah perikatan yang timbul karena UU yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh UU (tatbestand) untuk membayar sejumlah uang kepada kas negara yang dapat dipaksakan, tanpa mendapatkan suatu imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (rutin dan pembangunan) dan yang digunakan sebagai alat (pendorong- penghambat) untuk mecapai tujuan diluar bidang keuangan.
c. Pajak Ditinjau Dari Segi Mikro Ekonomi
Mengurangi income individu, mengurangi daya beli seseorang, mengurangi kesejahteraan individu, mengubah pola hidup wajib pajak.
d. Pajak Ditinjau Dari Segi Makro Ekonomi
Pajak merupakan income bagi masyarakat (negara) tanpa menimbulkan kewajiban negara terhadap wajib pajak. Hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluran umum, pengeluaran rutin untuk kelangsungan negara.
FALSAFAH PAJAK
Falsafah pajak ini berdasarkan falsafah negara yaitu pancasila. Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 :
“Segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang”
Walaupun pasal 23 ayat 2 UUD 1945, merupakan dasar hukum pungutan pajak, tapi pada hakekatnya pada ketentuan ini terdapat falsafah pancasila. Pajak harus berdasarkan ketentuan UU karena pajak menyayat daging tubuh kita sendiri. Pajak tidak memberikan imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk atau secra ekstrim dapat dikatakan bahwa pajk tidak memberikan imbalan. Oleh karena itu pajak harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan rakyat. Dimana persetujuan ini didapatkan dari DPR sebgai wakil rakyat.
Inggris : no taxation without representation
USA : taxation without representation is robbery.
III. 2. PANCASILA DAN PAJAK
Pancasila sebagai falsafah negara merupakan landasan idiil dari pungutan pajak. Pancasila yang bersifat kekeluargaan dan kegotong royongan sudah terjelma dalam peraturan perpajakan. Pajak-pajak yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan masyarakat umum sudah nyata berdasarkan kegotong royongan dan kekeluargaan. Gotong royong yang mengandung sifar secara bersama melakukan usaha atau membiayai kepentingan umum, tanpa secara langsung mendapatkan imbalan tersimpul dalam pengertian pajak. Rasa kekeluargaan menimbulkan pengertian dan kesukarelaan pada setiap bansa Indonesia untuk ikut serta dalam pembiayaan untuk kepentingan umum. Pancasila mendapatkan penjabarannya dalam pajak-pajak, Karena pajak itu tidak lain daripada penjelmaan kekeluargaan dan kegotong royongan rakyat, dimana rakyat memberikan baktinya berupa uang dengan tiada mendapatkan imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengluaran untuk kepentingan masyarakat umum, yang akhirnya juga mencakup kepentingan individu.
2. Sila-sila
Hubungan sila pertama ketuhanan yang maha esa dengan pajak adalah bahwa pajak yang dipungut oleh negara merupakan ciptaan manusia, tidak bertentangan dengan ketuhanan, karena dalam alquran atau kitab suci lainnya Tuhan juga memerintahkan manusia untuk membayar zakat atau sepersepuluhan untuk digunakan bagi kepentingan orang-orang yang miskin atau untuk kepentingan masyarakat umum tanpa mendapatkan imbalan secara langsung.
Sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab, tersirat dalam segi yuridis dari pajak. Pajak selain harus memenuhi keadilan juga harus sesuai dengan peradaban manusia. Keadilan yang merupakan salah satu syarat yuridis dari pajak tercermin dalam prinsip non-diskriminasi, prinsip daya pikul, artinya bahwa orang dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama, dan tidak dibenarkan mengadakan perlakukan yang berlainan terhadapnya,tidak pandang bangsa, golongan, aliran, ideologi dan lain sebagainya. Kemanusiaan artinya bahwa perlakukan wajib harus secara manusiawi tidak boleh melanggar HAM dan harus layak bagi manusia dan tindakan sewenag-wenang terhadap wajib pajak harus dihindarkan.
Sila ketiga, persatuan Indonesia dijabarkan dalam pajak-pajak karena pajak merupakan sumber keuangan utama untuk mempertahankan persatuan yang telah diproklamairkan, karena hidup suatu bangsa tergantung pada adanya pendapatan Negara yang merupakan jiwa untuk kelangsungan dan kesinambungan hidup bangsa.
Sila keempat, kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dimana hal ini tertera dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa semua pajak untuk kegunaan kas Negara berdasarkan UU. Kerakyatan mengandung arti bahwa rakyat ikut menentukan adanya pungutan yang disebut pajak. Rakyat dalam ikut menentukan pajak-pajak tidak bertindak secara langsung, melainkan melalui wakil-wakilnya dalam DPR yang dipimpin secara langsung dan demokratis oleh rakyat sendiri.
Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sudah terjabar dalam pajak-pajak. Pajak merupakan suatu alat untuk pembiayaan masyarakat, yaitu untuk membiayai pengeluaran untuk kepentingan masyarakat umum. Pembangunan yang sebagain besar dibiayai dari hasil pajak dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, tidak melihat apakah rakyat itu turut membayar pajak atau tidak.
5 komentar:
terima kasih, postnya telah membantu
semoga blognya semakin sukses :)
ini sepertinya ada di buku pengantar pajak.. kalau gak Safri Nurmantu atau Brotodihardjo ya? bener? catumkan dong sumbernya? hati-hati plagiarsm.
terima kasih,ilmunya sangat membantu
oh iya maaf kalau boleh tahu sumbernya dari mana ya?
terima kasih
MAKASIH YAAA :') SANGAT MEMBANTU
Posting Komentar