Powered By Blogger

Rabu, 26 Mei 2010

Memulai Diplomasi Nasi Goreng

Jam baru menunjukkan pukul 13.00, namun nasi goreng, es cendol, dan sate padang yang dijual di stan Indonesia sudah ludes. Ya, stan tuan rumah Asian Food Fair 2010 di Abu Dhabi ini menjadi stan yang paling awal “bersih“ karena diserbu pembeli. Banyak yang antre tampak kecewa. Mereka tak menyangka akan kehabisan makanan incaran, padahal acara baru akan ditutup dua jam kemudian.

Tak ayal, para pengunjung pun menyerbu stan-stan negara lain. Hasilnya lumayan, masakan khas Vietnam, Thailand, Brunei, Singapura, Malaysia, Filipina, Bangladesh, Nepal, Jepang, Kazakstan, dan Australia ludes 1 jam sebelum acara ditutup. Hanya stan China yang bertahan sampai akhir karena mereka lebih siap: segera mengambil bahan-bahan tambahan dari kedutaan besar mereka begitu melihat antusiasme pengunjung yang mencapai sekitar 1.000 orang.

Tampak beberapa duta besar di luar kawasan Asia dan warga setempat memenuhi halaman KBRI. “Antusiasme pengunjung untuk mencicipi berbagai macam makanan khas Asia benar-benar di luar dugaan panitia,” kata koordinator stan Indonesia yang juga isteri Dubes RI di Abu Dhabi, Murgiyati Supriyadi.

“Jumlah pengunjung yang mencapai sekitar 1.000 orang juga di luar perkiraan mengingat acara ini baru dipersiapkan kurang dari dua bulan. Awalnya banyak negara yang khawatir makanan mereka tidak akan laku,” lanjutnya.

Keberhasilan Asian Food Fair 2010, akhir pekan lalu itu mengulangi sukses penyelenggaraan Indonesian Charity Bazaar and Cultural Performances tiga minggu sebelumnya.

Melihat keberhasilan ini sebagian besar isteri para Dubes Asia mengusulkan agar Asian Food Fair ini dijadikan acara rutin. Indonesia pun diminta menjadi tuan rumah karena dinilai paling siap dengan lokasi yang strategis serta didukung peralatan yang memadai.

Memang, acara ini bukanlah pameran besar. Namun paling tidak, keberhasilan acara itu, terutama ludesnya masakan Indonesia paling awal menunjukkan bahwa kuliner bisa dijadikan alat diplomasi yang efektif.

Selama ini, masakah Asia yang paling dikenal hanya didominasi 3 negara, yakni China, Jepang, dan Thailand. Dua negara yang disebut pertama sudah memiliki jaringan rumah makan, bahkan restoran cepat saji di banyak belahan dunia. Belakangan, dengan cita rasa khas segar pedas, sajian-sajian kuliner light dari Thailand mulai mendapat tempat terhormat. Tom Yam, masakah berkuah yang disajikan dalam beragam variasi, termasuk yang paling sering disorder di hotel-hotel. Menu ini juga makin banyak terlihat di food court-food court pusat perbelanjaan umum.

Masakan Indonesia sebenarnya memiliki peluang yang sangat besar untuk go international. Apalagi, masakan Indonesia sangat beragam dari segi rasa hingga tampilan. Mereka yang menyukai sajian-sajian light berkuah, bisa memilih mulai dari soto –ini pun sangat beragam jenisnya—aneka sup ikan, hingga rawon yang sering diperkenalkan dengan nama brown soup.

Mereka yang menyukai beragam panggangan atau sajian grilled, Indonesia punya mulai dari sate padang, satu Ponorogo, sate ayam dan sate kambing Madura, sate kelinci, sate Blora, hingga gurami bakar dan iga panggang.

Ingin masakan bersantan? Masakan Indonesia tak kalah beragam dibanding menu-menu berat India yang mengandalkan citarasa kari. Aneka rendang, lodeh, kare, hingga opor ayam, adun ayam (khas Madura), dan gudeg bisa menjadi pilihan.

Aneka sajian sayuran juga bisa dipermak menjadi appetizer. Sebut saja karedok, rujak manis, gado-gado, bahkan semanggi Suroboyo.

Ini semua bisa dijual dan menjadi alat soft diplomacy yang efektif untuk memperkenalkan Indonesia. Bila AS berjaya mengimpor budaya dengan beragam filmnya, India dikenal karena nyanyi dan tarinya, Indonesia bisa memulai dari sajian kuliner. Makin sering pameran kuliner digelar –tentu dengan perencanaan matang—dipadu dengan tampilan seni tradisional mulai tari gambyong, kecak, silat Melayu dan Cimande, hingga reog dan debus, pasti akan membuat masyarakat Internasional mencari asalnya. Mengutip iklan salah satu merk rokok, kita bis abilang: come to where the flavor is. Come to Indonesia. Spd, viv

Tidak ada komentar: